Nadyavaizal's

Thursday 24 November 2016

Resume Seminar Ada Apa Dengan Cinta dan Sabarmu Bunda? (Part 1)


Assalamualaikum! 
Alhamdulillaaah, launching juga nih post, setelah bertengger di draft luammaaa. *sujud syukur*

Yuk ah, langsung aja disedot ilmu hasil oleh-oleh seminar Teh Kiki Barkiah, enjoy your time!



Menghadapi perilaku anak yang aneh bin ajaib seringkali membuat orangtua memutar otaknya berkali-kali. Terkadang para orang tua juga menjadi kewalahan menghadapi perilaku anak-anak mereka yang sulit diatur dan semaunya sendiri.
Dengan perbedaan zaman dan berbagai kondisi yang sedang dihadapi saat itu, beberapa orang tua masih ada yang seringkali kehilangan akal, sehingga sampai berani menggunakan kekerasan kepada anak, baik kekerasan verbal (membentak, memarahi) maupun kekerasan fisik (memukul, mencubit) demi mendisiplinkan anak-anak mereka, terutama saat mempersiapkan Pubertas/Pra Baligh anak-anak mereka. 
Kita seringkali lupa bahwa mereka hanya titipan yang bisa diambil kapan saja oleh penciptaNya. Kita yang diamanahi, dipercaya menjaga mereka dari kekerasan fisik dan verbal, supaya mereka bisa kembali dalam keadaan sempurna fisik juga mentalnya, senang sekali khilaf mengekspresikan kemarahan kita sehingga merusak amanah tersebut.
Ada apa dengan cinta dan sabarmu, bunda? :'

Cinta adalah fitrah manusia. 

Dihias-hiasi pada (pandangan) manusia, senang (kecintaannya) pada beberapa keinginan, yaitu diantaranya: senang pada wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. itulah kesenangan hidup di dunia (tidak kekal) dan di sisi Allah
-lah sebaik-baiknya tempat kembali. (QS Âli `Imrân [3]: 14)

Fitrah Cinta itu ternyata juga termasuk cinta kita saat remaja.

Sayangnya, cinta itu seringkali menjadikanmu buta dan tuli. Namun, menurut penelitian juga, cinta itu ada titik jenuhnya. Sehingga cinta dalam kehalal-an (pernikahan) itu, yang bisa menguatkannya melewati titik titik jenuh tersebut adalah cinta yang karena Alloh bukan karena cinta yang selainNya.

Menurut penelitian dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang mengejutkan. Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan saja, namun karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. 
(sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).

Dalam penjelasan teh Kiki, menurut Sarwono (1998), keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum anak mengenal lingkungan diluar rumahnya, ia terlebih dahulu "mengenal" keluarganya. Dari lingkungan keluarga itulah anak-anak, pertama kali menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di dalam keluarganya, yang mana norma dan nilai tersebut kelak, akan dijadikan bagian dari kepribadiannya secara sadar atau tidak sadar. Setelah itu, baru anak-anak akan mengenal norma-norma dan nilai-nilai di dalam masyarakat, yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kepribadiannya.

Sehingga dalam hal ini, orang tua berperan sangat penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negatif. Maka tugas orang tua ialah, mengenalkan mereka tentang cinta sebelum mereka mencinta.

Kemudian teh Kiki juga mencontohkan tentang kenakalan remaja, seperti yang kita ketahui saat ini, fenomena kenakalan remaja (baca: kebebasan tidak bertanggung jawab) yang sedang heboh di jagat dunia maya, salah satu contohnya. Mereka melakukan hal-hal diluar batas norma dan nilai setempat, pun juga diluar batas aturan/perintah dari agama yang mereka anut dan mereka melakukannya dengan bangga, tanpa rasa malu dengan memamerkannya di sosial media. Tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkan saya khususnya dan oara orang tua lainnya yang menginginkan anak-anaknya tetap dijalan yang lurus. Kenakalan-kenakalan remaja tersebut, menurut teh Kiki, seringkali pada awalnya disebabkan oleh kegagalan dalam membentuk lingkungan sosial dalam keluarga.

Karena ketika anak mulai beranjak dewasa, ia memiliki kebutuhan dalam membangun hubungan terhadap teman sepermainannya. Pada masa inilah perilaku anak-anak akan mudah sekali dipengaruhi oleh teman-teman mereka. Contohnya seperti cara mereka menghabiskan waktu, cara mereka menggunakan uang saku, cara mereka menggunakan teknologi, bagaimana mereka membangun konsep diri, juga termasuk bagaimana mereka berperilaku seksual. 

Besarnya pengaruh dari luar kepada anak-anak/remaja pada masa-masa ini, maka kita sebagai orang tua supaya selalu memberikam cinta dan kasih sayang dalam porsi yang dibutuhkan anak juga selalu tetap mengarahkan jiwanya untuk mencintai Alquran dan sunah. Semakin sedikit cinta dan kasih sayang yang kita berikan kepada anak, maka semakin sedikit pengaruh yang bisa kita berikan kepada mereka. Jika pengaruh orang tua lebih sedikit maka akan ada banyak pengaruh lain yang akan mempengaruhinya. Syukur Ahamdulillah kalau pengaruhnya baik. Kalau sebaliknya? Jangan tunjuk orang lain, berkaca dulu pada diri sendiri sebagai orangtua. Karena seperti yang umum kita ketahui bahwa manusia akan menghabiskan banyak waktu yang mereka miliki dengan sesuatu yang mereka cintai. Begitu pula anak-anak kita. 

Salah satu upaya yang juga bisa kita lakukan untuk mencintai serta mengarahkan anak-anak menjadi hamba Allah yang kaaffah adalah memfasilitasi anak-anak pada kegiatan-kegiatan yang positif.

Semakin banyak aktifitas positif yang dilakukan anak semakin sedikit waktu luang tersisa, semakin sedikit pula kemungkinan menghabiskan waktu dalam kemaksiatan di jalan Allah, insya Allah. 

Namun, setiap pengasuhan selalu diselingi dengan berbagai macam kondisi. Salah satunya kemarahan/kekasaran orang tua kepada anak, tegas dalam artian negatif. Karena tegas terbagi-bagi lagi menjadi beberapa bagian, permasalahan yang juga sering terjadi ialah tegas yang tidak pada tempatnya. Mengedepankan ego, merasa selalu benar dan tidak mencoba mengerti keadaan/alasan anak. 

Lalu, dapatkah kita menangkap cinta dari kekasaran? Dapatkah kita menangkap cinta dari kedzholiman? Dapatkah kita menangkap cinta dari kemarahan yang berlebihan?

....

(Bersambung..)

Jangan lupa, baca post selanjutnya yaaa disiniii -> :") http://nadyavaizal.blogspot.co.id/2016/11/resume-seminar-ada-apa-dengan-cinta-dan_24.html?m=0

No comments:

Post a Comment